Followers

Usha-Usha

Artikel

Template Terbaru

Hukum Bom Diri


HUKUM BOM DIRI

-Analisis dan Tarjih Fiqh-

Soalan:

Kita melihati bahawa bom manusia adalah satu cara yang digunakan oleh orang Islam untuk melawan musuhnya, yang seringkali digunakan oleh rakyat Palestin untuk melawan Israel. Dalam mensikapi aksi ini, para ulama berbeza pendapat tentang hukumnya. Ada yang mengatakan bahawa hal ini adalah haram, dan ada sebahagian yang mengatakan bahawa bom manusia adalah halal. Lantas pendapat mana yang lebih rajih (kuat)?

Jawab:

I. Pendahuluan

Bom manusia —atau apa yang sering disebut bom bunuh diri— merupakan satu faktor signifikan dalam Krisis Palestin, kerana mempunyai pengaruh efektif terhadap polisi politik di Palestin. Misalnya aksi bom manusia pada 12 Jun 2002 di Jerusalem yang mengakibatkan 20 warga Israel maut dan 40 lainnya cedera. Kejadian ini membuat PM Israel, Ariel Sharon, menyatakan akan tetap menolak pendirian negara Palestin sehingga aksi bom itu berhenti total.*1)

Di samping signifikansi aspek politik tersebut, aspek lain aksi bom manusia yang menarik adalah timbulnya pro-kontra yang cukup tajam di kalangan para ulama dan cendekiawan mengenai hukumnya dalam fiqih Islam. Sebahagian mengharamkannya sementara sebahagian lainnya membolehkannya. Jurnal Inquiry and Analysis Series mendiskusikan soal legitimasi hukum bom manusia itu setidaknya sampai tiga bulan, dari Mei sampai Julai 2001. Yang terlibat dalam polemik ini bukan hanya ulama fiqih, tetapi juga pakar politik, penganalisi dunia Islam, serta kalangan wartawan. Diskusi antara dispilin ilmu praktis terhenti ketika terjadi Tragedi 11 September di AS.* 2)

Selain dalam jurnal ilmiah berbahasa Inggeris, debat hukum bom manusia juga marak dalam media massa berbahasa Arab. Mufti Saudi Sheikh Abdul Aziz Abdullah Al-Sheik, pada majalah Al-Sharq Al-Awsat yang terbit di London, 21 April 2001 menyatakan bahawa aksi suicide bombers (pelaku bom "bunuh diri") itu bukan bahagian dari jihad dan hanya merosak citra Islam. Dua hari kemudian, Yusuf Al-Qaradhawi dalam harian Al-Raya, 25 April 2001, terbitan Qatar, membantah fatwa mufti Saudi tersebut. Lalu dua hari berikutnya, 27 April 2001, dalam harian Al-Hayat, Syaikh Al-Azhar Muhammad Sayyed Tantawi, menguatkan keabsahan aksi bom manusia dan berkomentar bahawa operasi bom itu adalah bahagian dari jihad.* 3)

Pro kontra hukum bom manusia juga mendorong sebahagian ulama untuk menulis kitab khusus yang mendiskusikan hukumnya dalam perspektif fiqih Islam. Di antaranya adalah Nawaf Hail Takruri yang menulis kitab Al-`Amaliyat Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan Al-Fiqhi*4) dan Dr. Muhammad Tha'mah Al-Qadah yang mengarang kitab Al-Mughamarat bi An- Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam.* 5) Sementara itu Dr. Muhammad Khair Haikal mendiskusikan hukumnya dalam kitabnya yang sekaligus juga disertasi doktornya, Al-Jihad wa Al-Qital fi As- Siyasah Asy-Syar'iyah.* 6)

Pro kontra inilah yang mendorong penulis untuk memilih tema hukum bom manusia dalam fiqih Islam. Kejelasan hukum syara' sangat diperlukan dalam masalah yang amat kritikal ini. Ini disebabkan perbezaan yang ada cukup tajam dan mengandung berbagai implikasinya baik di dunia mahupun di akhirat. Bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia sebagai aksi bunuh diri (`amaliyat intihariyah), maka implikasinya kepada para pelakunya ialah tidak diberlakukan hukum-hukum mati syahid. Dia akan dipandang sebagai orang hina kerana berputus asa menghadapi kesulitan hidup. Di akhirat, pelakunya dianggap akan masuk neraka, kerana telah bunuh diri. Sedang bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia sebagai aksi mati syahid (`amaliyat istisyhadiyah), maka implikasinya kepada para pelakunya adalah diberlakukan hukum- hukum mati syahid. Dia dianggap sebagai pahlawan dan teladan keberanian yang patut dicontoh. Dan di akhirat insyaAllah akan masuk syurga.

Dalam makalah ini penulis memilih istilah "bom manusia", sebagai terjemahan harfiyah dari sebahagian literatur atau media berbahasa Inggris yang menyebut aksi pemboman ini dengan istilah "human bombing". Istilah tersebut penulis pilih kerana bersifat neutral dan objektif. Sedangkan istilah lain, seperti "bom syahid" atau "bom bunuh diri" penulis anggap lebih bersifat subjektif dan kurang neutral.* 7)

II. Perumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan yang telah dipaparkan sebelumnya, masalah yang ada penulis rumuskan sebagai berikut:

1. Apakah bom manusia itu?

2. Bagaimana pendapat para ulama beserta dalil-dalilnya mengenai hukum bom manusia, baik yang melarang mahupun yang membolehkan?

3. Manakah pendapat yang rajih (kuat) dari dua pendapat itu menurut kaedah-kaedah tarjih dalam disiplin ilmu ushul fiqih?

III. Metod Pembahasan

Dalam rangka menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, metod pembahasan yang penulis akan tempuh adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan fakta bom manusia itu sendiri yang menjadi pangkal pembahasan. Dalam uraian mengenai fakta bom manusia ini, akan dijelaskan bagaimana secara teknik pelaksanaan bom manusia di lapangan. Penjelasan ini akan dilengkapi dengan data-data historik dan statistik mengenai bom manusia di Palestin.

2. Menjelaskan pendapat para ulama baik yang melarang mahupun yang membolehkan aksi bom manusia. Akan dijelaskan juga dalil-dalil dari masing-masing pendapat tersebut.

3. Mendiskusikan dan mentarjih dua pendapat tersebut untuk mencari pendapat yang kuat (rajih).

Metod yang dipakai dalam penulisan makalah ini pada dasarnya adalah kajian literatur (library research) dengan pendekatan perbandingan
(comparative). Literatur yang digunakan adalah berbagai buku tentang hukum bom manusia, misalnya karya Takruri (2002), Al-Qadah (2002), ataupun Haikal (2002) seperti telah disebutkan di atas. Juga dimanfaatkan berbagai data dan informasi dari dunia maya (internet) yang relevan. Adapun perbandingan dan tarjih yang dilakukan, didasarkan pada kaedah-kaedah tarjih dalam ushul fiqih, baik yang terdapat dalam kitab ushul fiqih secara umum, seperti Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam karya Saifuddin Al-Amidi*8) dan kitab Irsyadul Fuhul karya Imam Asy-Syaukani*9), mahupun kitab ushul fiqih yang secara khusus membahas masalah kaedah tarjih, seperti kitab Metod Tarjih atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara', karya Dr. Muhammad Wafaa.* 10)

IV. Fakta Bom Manusia

Pemahaman akan fakta yang menjadi sasaran penerapan hukum, sangat fundamental dalam proses istinbath hukum syara' atau penerapan
(tathbiq) hukum syara'. Para ulama ushul fiqih telah membuat rumusan bahawa hukum syara' terhadap suatu fakta adalah cabang dari gambaran atau pengetahuan tentang fakta itu (al hukmu `ala asy-syai` far'un min tashawwurihi wal `ilmi bihi).* 11)

Atas dasar itu, penulis akan mencuba memaparkan lebih dahulu fakta- fakta yang berkaitan dengan bom manusia sebelum menyampaikan berbagai pendapat ulama mengenai fakta bom manusia. Fakta-fakta ini penulis bagi menjadi empat bahagian, iaitu:

(1) definisi bom manusia;
(2) data historik;
(3) data statistik, dan
(4) informasi teknik pelaksanaan bom nanusia itu sendiri.

A. Definisi

Definisi bom manusia, menurut Muhammad Tha'mah Al-Qadah adalah aktiviti seorang mujahid yang melemparkan dirinya pada kematian untuk melaksanakan tugas berat, dengan kemungkinan besar tidak selamat, akan tetapi dapat memberi manfaat besar bagi kaum muslimin.* 12)

Menurut Nawaf Hail Takruri, bom manusia adalah aktiviti seorang
(mujahid) mengisi tas atau mobilnya dengan bahan peledak, atau melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, kemudian menyerang musuh di tempat mereka berkumpul, hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut terbunuh.* 13) Dapat juga penyerangan dilakukan pada berbagai sarana transportasi bermuatan banyak orang, seperti bas, kapal terbang, kereta api, dan sebagainya. Dapat pula teknik pelaksanaannya dengan berpura-pura menyerah kepada musuh, kemudian ketika dekat dengan mereka dan memperoleh kesempatan, ia meledakkan bahan-bahan peledak yang dibawanya, sehingga menimbulkan banyak korban, baik yang terbunuh, terluka, atau mengalami kerosakan bangunan, dan termasuk juga terbunuhnya pelaku peledakan sendiri.* 14)

B. Data Historik

Di Palestin, aksi bom manusia telah berlangsung setidaknya dalam 23 bulan terakhir (hingga September 2002).* 15) Tepatnya, hal itu bermula ketika Sejak Syeikh Ahmad Yasin —tokoh spiritual Hamas dan inspirator gerakan jihad yang masih ada— merestui upaya Nabil Arir
(24 tahun) meledakkan permukiman Israel di Kota Gaza, pada 26 Oktober
2000.

Para pelaku aksi pada umumnya berasal dari berbagai kelompok Islam yang melakukan jihad dan perlawanan terhadap Israel, iaitu Briged Al- Qosam, Briged Al-Aqsa, Hamas, Al-Fatah, Hizbullah, Islamic Jihad, dan Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP). Menurut siasatan The Guardian, Briged Al-Qosam —sayap militer Hamas— merupakan pelatih relawan jihad terbesar di Palestin. Dalam 56 aksi bom syahid terakhir (hingga Julai 2002), kelompok ini melatih sekitar
20 kadetnya. Urutan berikutnya adalah kelompok Briged Al-Aqsho, Islamic Jihad, dan Popular Front for the Liberation of Palestine
(PFLP). Masing masing menyumbang 14, 11, dan dua mujahid.* 16)

C. Data Statistik

Aksi bom manusia yang dilakukan di Palestin sejak bulan Oktober tahun
2000 telah mengakibatkan gugurnya 250 mujahid, yang umumnya berusia di bawah 30 tahun. Sebahagian besar mereka adalah kaum muda yang sedang berada dalam usia produktif dan dinamik. Bahkan, dalam 56 aksi terakhir, pelakunya berusia di bawah tiga puluh tahun. Tiga orang di antaranya adalah wanita: Wafa Idris (27 tahun), Ayat Al-Akhras (16 tahun) dan Dari Abu Aysheh (20 tahun).* 17)

Harian Yedioth Aharonot terbitan Israel, pada bulan Mei 2001 mendedahkan data para pelaku aksi bom manusia tersebut sebagai berikut:

a. sebanyak 67% pelaku aksi adalah kalangan terpelajar. Setidaknya sejumlah 39% pernah menduduki bangku sekolah menengah atas (high school). b. sebanyak 83% pelaku aksi adalah mereka yang masih bujang (single). c. sebanyak 64% pelaku aksi berusia antara 18 hingga 23 tahun. Sisanya (36%), hampir semuanya berusia di bawah 30 tahun. d. sebanyak 68% pelaku aksi berasal dari penduduk Tebing Barat.* 18)

Mengenai pendapat penduduk Palestin tentang aksi bom manusia itu sendiri, sebuah undian pendapat (polling) telah dilakukan oleh Palestinian Center for Public Opinion (PCPO) yang dipimpin Dr. Nabil Kukali, pada akhir Mei 2001. Respondennya adalah penduduk Palestin dewasa yang ada di Tebing Barat, Semenanjung Gaza, termasuk juga Jerussalem Timur. Hasilnya adalah:

a. dalam jumlah majoriti (76,1%) muslim Palestin mendukung aksi bom manusia. b. sejumlah kecil responden (12,5%) menolaknya (tidak setuju). c. sejumlah 11,4% dari responden tidak menyatakan pendapatnya
(abstain).* 19)

D. Teknik Pelaksanaan Aksi

Seorang pelaku aksi pengeboman akan mengalami 4 (empat) tahapan yang harus dilalui hingga dia menjalankan aksinya. Empat tahap itu adalah:

(1) pemilihan (seleksi),
(2) rekrutmen (latihan),
(3) persiapan, dan
(4) pelaksanaan aksi.

Semua tahap-tahap ini umumnya dilaksanakan oleh berbagai briged jihad yang ada di Palestin.* 20)

Pada tahap pemilihan, seorang calon pelaku aksi akan dibawa ke kem latihan dan diamati terlebih dahulu perilakunya selama beberapa hari. Dilakukan juga wawancara dan diskusi dengannya. Dalam pemilihan ini, akan dinilai apakah seorang calon pelaku aksi memenuhi kriteria yang ditetapkan. Menurut Sholah Syehada, Komandan Batalion Al-Qossam, calon pelaku aksi harus memenuhi empat kriteria, iaitu:

(1) harus betul-betul seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam, dan direstui oleh orang tuanya;
(2) bukan merupakan 'tulang belakang' keluarganya;
(3) memiliki kemampuan dan keahlian melakukan misi; dan
(4) dapat menjadi teladan bagi muslim lainnya agar mengikuti jejaknya.* 21)

Pada tahap rekrutmen, seorang calon aksi bererti dinilai sudah memenuhi kriteria-kriteria tersebut dan dianggap telah rasmi bergabung dengan sebuah briged serta siap menjalankan misi.

Pada tahap persiapan, seorang calon dilatih-tubi selama 20 hari dalam kem pelatihan. Seorang instruktur akan melakukan diskusi mendalam dengan para calon tentang agama Islam. Para calon juga diajak menonton video tentang para syuhada dan menganalisis serangan yang telah dilakukan pendahulu mereka itu. Ketika persiapan sudah lengkap dan mantap, para calon memasuki tahap pelaksanaan aksi.

Pada tahap pelaksanaan aksi, seorang anggota dari unit lain akan menjemput seorang calon dan menemaninya melakukan perjalanan akhir. Setelah deskripsi tugasnya ditentukan, pengebom diberi tahu secara rinci pada minit-minit terakhir apa yang harus dilakukan, misalnya apakah ia akan menjadi pengebom "bunuh diri" atau menyerang target dengan granat dan senapang sampai akhirnya ia ditembak mati.

Bila ia ditentukan menjadi pengebom "bunuh diri", dia segera mengenakan rompi (sejenis jaket –pent) yang sudah diisi dengan 10 kilogram bahan peledak dan lima kilogram paku serta baja. Ini kira- kira 15 minit sebelum ia diterjunkan ke sasaran. Di saat itulah ia diberitahu secara persis sasaran yang harus dihancurkan dengan dirinya yang sudah "berbaju" bom. Sasaran ini boleh berupa sebuah bas, kapal terbang, kereta api, sebuah dewan umum, pasaraya, jalan yang padat pengunjung, dan sebagainya.*22)

V. Pendapat Ulama

Secara garis besar terdapat dua pendapat ulama dalam masalah aksi bom manusia tersebut, iaitu sebahagian membolehkan dan sebahagian lainnya mengharamkan. Di antara ulama masa kini yang membolehkan adalah:

1. Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili (Dekan Fakulti Syariah Universiti Damsyik).
2. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Ketua Jurusan Fiqih dan Ushul Fiqih Fakulti Syariah Universiti Damsyik).
3. Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi (Ketua Jurusan Theologi dan Perbandingan Agama Fakulti Syariah Universiti Damsyik).
4. Dr. Ali Ash-Shawi (Mantan Ketua Jurusan Fiqih dan Perundang- undangan Fakulti Syariah Universiti Jordan).
5. Dr. Hamam Said (Dosen Fakulti Syariah Universiti Jordan dan anggota Parlemen Jordan).
6. Dr. Agil An-Nisyami (Dekan Fakulti Syariah Universiti Kuwait).
7. Dr. Abdur Raziq Asy-Syaiji (Guru Besar Fakulti Syariah Univesiti Kuwait).
8. Syaikh Qurra Asy-Syam Asy-Syaikh Muhammad Karim Rajih (ulama Syria).
9. Syaikhul Azhar (Syaikh Muhammad Sayyed Tanthawi).
10. Syaikh Muhammad Mutawalli Sya'rawi (ulama Mesir).
11. Fathi Yakan (aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin).
12. Dr. Syaraf Al-Qadah (ulama Jordan).
13. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (ulama Qatar).
14. Dr. Muhammad Khair Haikal (aktivis dakwah Hizbut Tahrir).
15. Syaikh Abdullah bin Hamid (Mantan Hakim Agung Makkah Al- Mukarramah).

Sementara itu ulama kontemporer yang mengharamkan aksi bom manusia antara lain:

1. Syaikh Nasiruddin Al-Albani (ulama Arab Saudi).
2. Syaikh Shaleh Al-Utsaimin (ulama Arab Saudi).
3. Syaikh Hasan Ayyub.

A. Dalil-Dalil Yang Membolehkan

Al-Qadah dalam kitabnya Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam telah menyebutkan sekitar 20 dalil syara' yang mendasari bolehnya melakukan aksi bom manusia, yang dihimpunnya dari pendapat-pendapat ulama yang membolehkan aksi bom manusia ini.* 23) Di antaranya adalah:

1. Firman Allah SWT:

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri, dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al- Qur`an." (Qs. at-Taubah [9]: 111).

Al-Qadah mengatakan bahawa wajhud dalalah (segi pemahaman dalil) dari ayat ini adalah, bahawa perang di jalan Allah mempunyai resiko besar berupa kematian (wa yuqtalun "dan mereka terbunuh"). Padahal kematian ini merupakan sesuatu yang kemungkinan besar atau pasti akan terjadi pada aksi bom manusia. Akan tetapi meski demikian, Allah SWT tetap memerintahkannya dan memberikan pahala syurga bagi yang melaksanakannya. Perintah Allah SWT ini menunjukkan izin dari Allah untuk melaksanakannya.* 24)

2. Firman Allah SWT:

"Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur (terbunuh) atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar." (Qs. an-Nisaa` [4]:74).

Wajhud dalalah dari ayat ini, menurut Al-Qadah, adalah bahawa Allah SWT menyamakan pahala orang yang gugur dengan pahala orang yang mampu mengalahkan musuh kerana membela agama Allah. Dan orang yang melakukan aksi bom manusia, dalam hal ini termasuk dalam kategori orang yang gugur di jalan Allah tadi, bukan termasuk orang yang bunuh diri. Sebab andaikata termasuk orang yang bunuh diri, Allah tidak akan memberikan pahala besar baginya, tetapi malah akan memasukkannya ke dalam neraka, seperti keterangan dalam hadis-hadis Nabi SAW.* 25)

3. Firman Allah SWT:

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, kerana sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."
(Qs. al-Baqarah [2]: 195).

Ayat ini tidak melarang aktiviti perang di jalan Allah yang dapat membuat diri sendiri terbunuh. Atau dengan kata lain, membolehkan aktiviti perang semacam itu. Dan aksi bom manusia termasuk aktiviti perang yang dapat membuat pelakunya terbunuh. Pemahaman ini didasarkan pada penjelasan shahabat bernama Abu Ayyub Al-Anshari yang memperbetul pemahaman yang salah terhadap ayat tersebut, yang dipahami sebagai larangan mengorbankan diri dalam peperangan.* 26)

Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya mengatakan, "Yazib bin Abi Habib telah meriwayatkan dari Aslam bin Imran, yang berkata, `Kami berperang melawan pasukan Konstantinopel dan pasukan saat itu dipimpin oleh Abdurrahman bin Al-Walid. Pada waktu itu orang-orang Romawi telah merapat pada benteng kota. Kemudian seseorang maju ke tengah barisan musuh. Ketika itu orang-orang berkata, `Laa ilaaha illallah, ia menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan.' Maka berdirilah Abu Ayyub Al-Anshari seraya berkata, `Subhanallah, Allah telah menurunkan ayat ini pada kami sekalian orang Anshar. Ketika Allah telah menolong Nabi-Nya dan menampakkan agama-Nya, kami orang Anshar berkata, `Kita akan diam (tidak berperang) dan akan mengurus harta-harta kami. Kemudian turunlah firman Allah "maka belanjakanlah 
(harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (Qs. al-Baqarah [2]: 195). Dan yang dimaksud dengan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan adalah kesibukan kami mengurus harta dan meninggalkan jihad."* 27)

Al-Qadah menyimpulkan, bahawa dengan demikian, ayat ini menunjukkan bolehnya mempertaruhkan nyawa dalam peperangan, meskipun yakin akan terbunuh. Aksi bom manusia termasuk jenis aktiviti seperti ini.* 28)

4. Firman Allah SWT:

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya namun Allah mengetahuinya." (Qs. at-Taubah [9]: 97).

Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan bahawa aksi-aksi bom manusia termasuk dalam bentuk jihad yang paling besar. Aksi ini termasuk dalam aksi- aksi teror (irhab) sebagaimana yang tertera dalam ayat di atas.*29)

4. Hadis Nabi SAW sebagaimana riwayat Imam Muslim berikut:

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahawa Rasulullah pernah pada Perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang dari kaum Quraisy. Ketika musuh mendekati Nabi SAW, beliau bersabda, "Barangsiapa boleh menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk syurga, atau ia bersamaku di syurga." Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Musuh mendekat lagi dan Rasulullah bersabda lagi, "Barangsiapa boleh menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk syurga, atau ia bersamaku di syurga." Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Dan hal ini terus berlangsung sampai ketujuh orang Anshar tersebut terbunuh." [HR. Muslim].* 30)

Ketika Nabi SAW mengatakan, "Barangsiapa boleh menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk syurga…" adalah sebuah isyarat bahawa mereka akan terbunuh di jalan Allah, dan dalam hal ini kematian hampir dapat dipastikan. Peristiwa ini menunjukkan bolehnya mengorbankan diri sendiri —seperti halnya aksi bom manusia— dengan keyakinan akan mati di jalan Allah.* 31)

B. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan

Sebahagian ulama seperti Nasiruddin Al-Albani dan Syaikh Shaleh Al- Utsaimin mengharamkan aksi bom manusia. Berikut pendapat mereka dan dalil-dalilnya:

1. Syaikh Nasiruddin Al-Albani ketika ditanya hukum aksi bom manusia, beliau menjawab bahawa aksi bom manusia dibenarkan dengan syarat adanya pemerintahan Islam yang berlandaskan hukum Islam, dan seorang tentara harus bertindak berdasarkan perintah pemimpin perang (amirul jaisy) yang ditunjuk khalifah. Jika tidak ada pemerintahan Islam di bawah pimpinan khalifah, maka aksi bom manusia tidak sah dan termasuk bunuh diri.* 32)

2. Syaikh Shaleh Al-Utsaimin ketika ditanya mengenai seseorang yang memasang bom di badannya lalu meledakkan dirinya di tengah kerumunan orang kafir untuk melemahkan mereka, beliau menjawab bahawa tindakan itu adalah bunuh diri. Pelakunya akan diazab dalam neraka Jahannam dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh diri di dunia, secara kekal abadi. Beliau berdalil dengan firman Allah SWT yang melarang bunuh diri:

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (Qs. an-Nisaa` [4]: 29).

Beliau juga berdalil dengan hadis-hadis Nabi SAW yang melarang bunuh diri, seperti hadis Nabi SAW:

"Barangsiapa yang mencekik lehernya, ia akan akan mencekik lehernya sendiri di neraka. Dan barang siapa yang menusuk dirinya, ia akan menusuk dirinya sendiri di neraka." [HR. Al-Bukhari dan Muslim].* 33)

VI. Diskusi Dan Tarjih

Dengan mendalami pendapat masing-masing baik yang membolehkan mahupun yang mengharamkan aksi bom manusia, penulis berpendapat bahawa pendapat yang kuat (rajih) adalah pendapat yang membolehkan aksi bom manusia. Aksi ini menurut penulis bukanlah tindakan bunuh diri dan dengan demikian pelakunya insya Allah akan mendapatkan syurga, bukan neraka.

Parameter yang penulis gunakan untuk menilai pendapat yang lebih kuat adalah ketepatan penggunaan dalil terhadap fakta yang menjadi permasalahan. Hal ini sangat penting mengingat salah satu langkah penting dalam proses istinbath hukum adalah fahmul waqi', atau memahami fakta yang menjadi sasaran penerapan hukum. Untuk dapat menerapkan suatu ketentuan fiqih secara tepat, seorang faqih harus mengetahui fakta yang akan dihukumi. Thaha Jabir Al-Alwani ketika menyebutkan pengertian fiqih, menyatakan bahawa fiqih adalah pengetahuan seorang faqih (ahli fiqih) terhadap hukum suatu fakta (al- waqi'ah) yang diambil dari dalil-dalil yang rinci dan juz'iy yang telah ditetapkan Asy Syari' (Allah) untuk menunjukkan hukum- hukumnya.* 34) Definisi ini mengisyaratkan satu hal penting yang harus dimiliki seorang faqih, iaitu pengetahuan tentang fakta permasalahan (al-waqi'ah). Maka dari itu, sebagaimana ditegaskan oleh Yusuf Al-Qaradhawi, di antara sebab-sebab kesalahan fatwa adalah ketidakpahaman tentang masalah yang ditanyakan, sehingga keliru menerapkan nas-nas syara' yang dimaksud dengan kejadian yang sebenarnya.* 35)

Memahami fakta dengan baik ini, menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah langkah pertama dari seseorang yang akan mengistinbath hukum syara' untuk fakta itu. Menurut An-Nabhani metod yang harus ditempuh seorang mujtahid dalam mengistinbath hukum adalah: pertama, mengkaji masalah yang ada sehingga dipahami dengan sempurna; kedua, mengkaji nas-nas syara' yang berkaitan dengan masalah tersebut; ketiga, mengistinbath hukum syara' untuk masalah tersebut dari dari dalil- dalil syar'i.* 36)

Fakta yang harus dipahami dan menjadi objek penerapan hukum syara' ini oleh An-Nabhani disebutnya dengan istilah manath, yang menurut beliau manath adalah fakta yang padanya akan diterapkan suatu hukum syara' (al-waqi' alladzi yuthabbaqu `alaihi al-hukmu). Manath ini harus dikaji dengan baik dalam dua keadaan: pertama, dalam rangka proses istinbath hukum syara' untuk menghukumi suatu manath tertentu; kedua, dalam rangka menerapkan hukum syara' yang sudah ditetapkan pada suatu manath tertentu.* 37)

Berdasarkan ini, maka ketidaktepatan memahami fakta permasalahan, akan dapat menimbulkan kekeliruan penerapan nas-nas syara' yang pada gilirannya akan mengakibatkan kekeliruan fatwa atau ijtihad. Berkaitan dengan pendapat ulama yang mengharamkan aksi bom manusia, penulis dapati mereka kurang cermat memahami fakta yang akan menjadi objek hukum ini, iaitu tidak dapat membezakan secara jernih aktiviti bom manusia dengan aktiviti bunuh diri. Padahal di antara keduanya terdapat perbezaan yang mendasar. Al-Qadah menjelaskan perbezaan bunuh diri dan aksi bom manusia dalam 3 (tiga) aspek berikut:

Pertama, Motivasi. Motivasi orang yang melakukan aksi bom manusia adalah keinginan untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Sedangkan orang yang bunuh diri, jelas tidak punya keinginan untuk menegakkan kalimat Allah, melainkan ingin mengakhiri hidup kerana berbagai kesulitan duniawi yang tidak sanggup lagi dipikul, seperti penyakit berat, kegagalan cinta, kebangkrutan usaha, kehancuran rumah tangga, dililit utang, dan sebagainya.

Kedua, Akibat di akhirat. Orang yang mati syahid mengorbankan dirinya dengan cara aksi bom manusia, buahnya adalah syurga, sebagaimana janji Allah dalam banyak ayat al-Qur'an. Sedangkan akibat di akhirat bagi orang yang bunuh diri, jelas bukan syurga, kerana yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya adalah adzab di neraka, iaitu akan disiksa di neraka dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh diri di dunia.

Ketiga, Kesan duniawi. Orang yang melakukan aksi bom manusia dalam rangka jihad, kesannya adalah dapat menggoncang musuh, menanamkan ketakutan pada hati musuh, atau melemahkan mental mereka dalam peperangan. Ini sebagaimana terjadi di Lebanon, Sudan, Palestin, dan sebagainya. Sedang orang yang bunuh diri kesannya hanyalah menimbulkan kesedihan dan kepedihan keluarga, dan sama sekali tidak ada kesan terhadap perlawanan kepada musuh.* 37)

Perbezaan antara orang yang melakukan aksi bom manusia di jalan Allah dengan orang yang bunuh diri, dapat diringkas dalam keterangan dibawah berikut:

*Bom Bunuh Manusia Motivasi : Ingin menegakkan kalimat Allah SWT Akibat Akhirat : Syurga, kerana termasuk mati syahid Kesan Duniawi: Menggoncang musuh atau melemahkan mental musuh

*Bunuh Diri Motivasi : Ingin mengakhiri kehidupan kerana putus asa menghadapi kesulitan duniawi Akibat Akhirat : Neraka Kesan Duniawi: Hanya menimbulkan kesedihan keluarga

Dengan adanya perbezaan seperti digambarkan di atas, jelas tidak tepat jika dikatakan bahawa aksi bom manusia seperti yang dilakukan para mujahidin Palestin saat ini, adalah tindakan bunuh diri yang sia- sia.

Namun demikian, menurut penulis pendapat Syaikh Shaleh Al-Utsaimin yang menganggap aksi bom manusia sebagai tindakan bunuh diri, tidak dapat dianggap mutlak salah. Dalam erti, pendapat tersebut masih dapat diterima dalam satu keadaan, iaitu jika pelaku aksi pemboman niatnya memang untuk bunuh diri, bukan untuk meninggikan kalimat Allah dalam rangka jihad di jalan Allah. Dalam keadaan demikian, berlakulah kaedah fiqih:

Al-umuuru bi maqaashidiha "Segala sesuatu perkara tergantung pada maksud-maksudnya."* 39) 

Dengan demikian, jika seorang pelaku aksi bom manusia meniatkan aktivitinya untuk bunuh diri kerana putus asa dan ingin lari dari kesulitan hidup, dan tidak meniatkan untuk berjihad lillahi ta'ala, maka pada saat itu aktivitinya tergolong bunuh diri yang haram menurut syara'. Maka dalil-dalil ulama yang mengharamkan aksi bom manusia seperti telah disebutkan di atas, dapat diterapkan untuk keadaan seperti ini. Sedang jika pelaku aksi berniat meninggikan kalimat Allah dan berjihad di jalan Allah, maka menurut penulis aktivitinya tidak dapat digolongkan bunuh diri.

Adapun pendapat Syaikh Nasiruddin Al-Albani yang mensyaratkan bahawa jihad secara umum dan aksi bom manusia secara khusus wajib di bawah kepemimpinan khalifah, menurut pandangan penulis, bukan pendapat yang kuat. Hal ini kerana dua alasan berikut:

Pertama, nas-nas yang mewajibkan jihad bersifat mutlak, tidak bersifat muqayyad, dalam erti tidak disyaratkan jihad wajib dilakukan bersama seorang khalifah. Misalnya firman Allah SWT:

"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahawa Allah beserta orang-orang yang takwa." (Qs. at-Taubah [9]: 123).

Ayat ini merupakan perintah melakukan jihad yang bersifat mutlak. Tidak ada persyaratan bahawa jihad wajib dilaksanakan di bawah kepemimpinan khalifah. Jadi keberadaan khalifah bukan syarat kewajiban jihad. Jihad tetap fardhu baik ketika khalifah ada mahupun tidak ada. Hal ini disebabkan nas-nas yang bersifat mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang menunjukkan taqyidnya, sebagaimana kaedah ushul:

Al-Uthlaaqu yabqa `ala ithlaaqihi ma lam yaqum dalilun `ala taqyiidihi "Lafazh mutlak tetap dalam kemutlakannya selama tidak ada dalil yang membatasinya (taqyid)."* 40)

Kedua, ada nas-nas hadis yang secara khusus mewajibkan jihad dalam segala keadaan, baik kaum muslimin berada di bawah pemimpin yang adil mahupun yang fajir (fasik). Misalnya sabda Nabi SAW:

"Jihad itu tetap wajib atas kalian bersama setiap pemimpin, yang baik mahupun yang jahat. (Sebagaimana) solat juga tetap wajib atas kalian di belakang seorang muslim, yang baik ataupun yang jahat, sekali pun dia mengerjakan dosa-dosa besar." [HR. Abu Dawud dan Abu Ya'la].* 41)

Atas dasar hadis ini, maka jihad tetap wajib dilaksanakan meskipun pemimpin umat Islam adalah pemimpin yang zalim, termasuk di dalamnya pemimpin yang bukan khalifah.

Maka dari itu, jelaslah bahawa menurut penulis, pandangan Al-Albani yang mensyaratkan jihad harus di bawah pimpinan khalifah, adalah pandangan yang lemah dan tidak dapat diterima. Sebagai implikasinya, aksi bom manusia saat ini yang dilakukan di Palestin, pada saat khalifah kaum muslimin tidak ada semenjak runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924, tetap sah dan pelakunya tidak berdosa melakukannya.

VII. Kesimpulan

Dari seluruh uraian yang telah diutarakan, penulis menarik beberapa kesimpulan berikut:

1. Para ulama kontemporer berbeza pendapat mengenai hukum melakukan aksi bom manusia dalam peperangan melawan musuh kafir, seperti yang terjadi saat ini di Palestin. Ada yang membolehkan dan ada pula yang mengharamkan.

2. Dalil-dalil ulama yang membolehkan aksi bom manusia menurut penulis lebih kuat daripada yang mengharamkan, dengan pertimbangan bahawa ulama yang membolehkan mempunyai pemahaman fakta yang lebih jeli, dan dalil-dalilnya lebih sesuai untuk fakta yang dimaksudkan. Sedang dalil-dalil ulama yang mengharamkan, menurut penulis tidak sesuai dengan fakta permasalahan yang ada.

3. Ada perbezaan yang jelas antara aksi bom manusia dan tindakan bunuh diri, baik dari segi motivasi, akibat di akhirat, dan kesannya di dunia. Namun demikian, aksi bom manusia boleh saja tergolong bunuh diri jika niatnya memang untuk bunuh diri dan bukan untuk menegakkan kalimat Allah. 

Wallahu a'lam

0 Kesan Parut: